Wednesday 18 December 2013


This is real and think that !
Orang-orang terkadang banyak yang bilang “hidup itu pilihan !” ia kan ?. tapi terkadang hidup itu tidak memberi kita pilihan. Terkadang hidup itu menuntut, dimana kita sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memilih sama sekali. Pernahkah anda terdapat di posisi dimana anda tidak menginginkannya ? pasti pernah. Disitu anda dituntut untuk menjalani kehidupan tanpa anda menyukainya. Sebagai contoh, dan coba pikirkan apabila orang lain yang melakukan kesalahan akan tetapi kita yang mendapat batunya. Tentu saja kita jika ditanya “apakah mau ?” pasti kita semua jawab “tidak”. Ia kan ?. Akan tetapi disini kita tidak diberi pilihan, disini kita dituntut untuk menjalani dan menghadapi itu.
Banyak orang juga bilang “hidup itu bukan permainan !”, akan tetapi banyak orang yang tidak mengetahui untuk apa dia hidup, dan apa tujuan mereka bertahan hidup. Terlalu banyak orang yang mempermainkan hidup untuk memperjuangkan materi dunia, saling berlomba dalam mengumpulkan kekayaan tanpa melihat dan peduli keadaan orang-orang yang masih menderita di luar sana. Mereka terkadang bersifat acuh dan bertindak seolah tidak tahu dan memang tidak ingin tahu. “hidup itu bukan permainan” ? atau “permainkan hidup ?” secara tidak langsung mereka banyak berkata “hidup bukan permainan” akan tetapi banyak dari mereka yang mempermainkan hidup.

*Intermezo.

Tuesday 17 December 2013


Makalah Ilmu Pendidikan
“Perkembangan Peserta Didik”



Di susun oleh :
Edy Darmawan                       12401244027



PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN & HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013


Kata Pengantar
Assalamu’alaikum.wr.wb
Puji syukur kami pannjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Ridhonya penulis bisa menyelesaikan makalah Ilmu Pendidikan ini yang berjudul “Perkembangan Peserta Didik”. Makalah ini mungkin masih perlu dikembangkan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Dalam makalah ini membahas tentang perkembangan perserta didik, jadi dalam mempelajari makalah ini diharapkan pembaca mampu memahami tentang berbagai perkembangan peserta didik yang dialami.
Saya sebagai pebulis, sangat memohonmasukan-masukan yang membangan demi perbaikan makalah ini. Saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, saya selaku penulis, sebelum dan sesudahnya mengucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum.wr.wb
Yogyakarta  23 Mei 2013


Edy Darmawan






BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang krusial yang dibutuhkan oleh manusia. Karena dengan pendidikanlah manusia itu bisa memperbaiki kelas sosialnya. Tetapi di sisi lain dalam dunia pendidikan terdapat hal pokok yang bisa menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu pendidikan itu.
Perkembangan peserta didik, itulah hal yang menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya suatu pendidikan. Dalam dunia pendidikan guru dituntut untuk bisa membuat peserta didik menjadi lebih baik dan sadar akan nilai-nilai yang luhur. Disisi lain juga guru harus mengetahui tentang kemajuan atau perkembangan dari peserta didik atau para siswanya. Hal ini dikarnakan agar guru sebagai pendidik bisa memberi tindakan yang tepat dalam mendidik.
Perkembangan peserta didik merupakan salah satu tujuan dari guru sebagai pendidik. Dalam hal ini perkembangan peserta didik terdiri dari beberapa aspek, berikut lebih lengkap di Bab selanjutnya.
B.     Rumusan Masalah
I.                    Apa yang dimaksud dengan perkembangan Peserta didik ?
II.                 Bagaimana Perkembangan peserta didik (SD, SMP,dan SMA) ?
III.               Apa manfaat dari mempelajari perkembangan peserta didik ?

C.     Tujuan
I.                    Memahami pengertian Perkembangan Peserta Didik .
II.                 Memahami karakteristik Perkembangan Dari Peserta Didik.
III.               Mengetahui Manfaat dari mempelajari Perkembangan Peserta Didik.




BAB II
PEMBAHASAN
                   I.            Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan bantuan orang lian untuk bisa tumbuh dan berkembang kea rah kedewasaan. Ia adalah sosok yang mengalami perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan pertumbuhan-pertumbuhan atau perubahan-perubahan yang terjadi secara wajar. Istilah peserta didik dalam pendidikan formal/sekolah jenjang dasar dan menengah, dikenal dengan nama anak didik atau siswa, pada pendidikan pondok pesantren anak didik disebut santri, dan pada lingkungan pendidikan dalam keluarga anak didik disebut anak. Namun pendidikan pada lembaga nonformal tertentu seperti kelompok belajar paket C atau lembaga kursus, peserta ajar yang terkadang bisa terdiri dari para orang tua.
Menurut Sutari Imam Bernadib (1995) peserta didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri, dan serba kekurangan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi atau bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melaluia pendidikan.

                II.            Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta didik
Sebagai manusia yang memiliki potensi kodrati, peserta didik memungkinkan untuk bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok mahlukyang sempurna (a fully functionging person). Istilah pertumbuhan diri peserta didik lebih diartikan sebagai bertambahnya tinggi badan,berat badan, semakin efektifnya fungsi-fungsi otot dan organ fisik, panca indera, kekekaran tubuh, dan lain-lain menyangkut kemajuan aspek fisik. Sedangkan istilah perkembangan diartikan sebagai semakin optimalnya kemajuan aspek psikhis peserta didik sperti kemampuan cipta, rasa, karsa, kaya, kematangan pribadi, pengendalian emosi ,kepekaan spiritualitas, keimanan dan ketaqwaan. Menurut Hurlock (1992) perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.
Banyak teori dari para ahli yang menjelaskan bagaimana proses dan pentahapan pertumbuhan dan perkembangan pada diri peserta didik mulai dari masa anak-anak sampai dewasa. Masing-masing tahap merupakan masa peka peserta didik terhadap kebutuhan tertentu yang membutuhkan perlakuan yang sesuai dari pendidik. Mengenai masa peka ini dikemukakan pertama kali oleh Maria montessori  dengan istilah ”sensitive periods”. Tugas pendidik adalah mengenali masa peka yang ada pada diri peserta didik yang kemudian memberikan pelayanan dan perlakuan yang tepat.










             III.            Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan peserta didik merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan Psikologi perkembangan. Dalam pengkajian mata kuliah perkembangan peserta didik difokuskan pada perkembangan individu sebagai peserta didik dan institusi pendidikan. Tujuan akhir dari perspektif pendidikan adalah untuk membantu hidup individu menjadi kehidupan yang berarti dan produktif.
Perspektif sepanjang rentang kehidupan manusia menjelaskan adanya tujuh karakteristik dasar yang harus dipahami untuk melihat perkembangan manusia, yaitu :
1.      Perkembangan adalah seumur hidup. Perkembangan individu menyangkut berbagai macam perubahan dari hasil interaksi-interaksi factor-faktor akan berlangsung secara berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan.
2.      Perkembangan sifat multidimensional. Perkembangan individu terdiri dari beberapa macam dimensi atau ranah perkembangan seperti factor fisik, intelektual yang menyangkut perkembangan kognitif dan bahasa, emosi, sosial, dan moral.
3.      Perkembangan adalah multidireksional. Ranah-ranah perkembangan mengalami perubahan dengan arah tertentu. Sebagai contoh, pada masa bayi, perkembangan yang tumbuh pesat adalah fisik, yang kecepatan arah pertumbuhannya tidak sama dengan ranah yang lain. sementara pada masa anak-anaka awal, perkembangan emosi dan sosial berkembanglebih pesat dibandingkan dengan perkembangan yang lain.
4.      Perkembangan bersifat lentur (plastis). Hal ini berarti perkembangan berbagai macam ranah distimulasi untuk berkembang secaramaksimal. Sebagai contoh, kelenturan berfikir anak-anak dapat diasah sejak dini dengan memberikan latihan-latihan pada anak untuk terbiasa memecahkan maslah dengan baik dengan berbagai macam cara dari hasil eksplorasinya.
5.      Perkembangan selalu melekat dengan sejarah. Bagaimanapun perkembangan individu tidak dapat lepas dengan keadaan disekitarnya. Sebagai contoh, perkembangan emosi pada era tahun 66-an dan 90-an akan menyebabkan individu yang hidup pada dua era tersebut akan memiliki kekhasan sendiri dalam merespon.

6.      Perkembangan bersifat multidisipliner. Berbagai macam ahli dan peneliti dari disiplin ilmu seperti Psikologi, Sosiologi, Antropologi, Neurosains, Kesehatan Mental, dan kedokteran mempelajari perkembangan manusia dengan berbagau macam persoalannya.

7.      Perkembangan bersifat konstektual. Hal ini berarti bahwa perkembangan  individu mengikuti kondisi saat itu. Perkembangan bersifat konstektual secara lebih dalam dapat dipahami dengan menghubungkan tiga komponen, yaitu :

a.       Pengaruh tingkat usia secara normative, yaitu adanya pengaruh biologis dari lingkungan yang sama pada kelompok tertentu. Sebagai contoh, di Indonesia usia mulai masuk sekolah dasar rata-rata adalah pada usia 7 tahun. Untuk usia pension, rata-rata orang Indonesia pada usia 60 tahun.
b.      Pengaruh keadaan sejarah secara normative, yaitu adanya pengaruh biologis dari lingkungan yang dihubungkan dengan sejarah. Sebagai contoh, adanya pengaruh keadaan pada suatu waktu dapat meliputi dampak pada keadaan ekonomi, perubahan politik misalnya setelah perubahan politik di Indonesia dari orde lama ke orde baru, dan sejak tahun 1998 menjadi era reformasi yang diantaranya  bercirikan adanyakebebasan berpendapat adanya sifat keterbukaan dalam panggung politik.
c.       Pengaruh peristiwa, kehidupan yang nin-normatif, yaitu peristiwa kehidupan yang tidak biasa, yang tidak terjadi pada semua orang dan seringkali tidak bisa diramalkan, sebagai contoh, peristiwa bencana alam yang dialami oleh masyarakat Yogyakarta dan jawa tengah pada tanggal 27 Mei 2006. Peristiwa ini mengakibatkan dampak-dampak secara fisik maupun psikis bagi para korban.



              IV.            Perkembangan Intelektual Anak
Perkembangan intelektual anak menurut penelitian J. Piaget dapat dibagi menjadi 3 taraf yaitu :
1.      Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra-sekolah, jadi tidak berkenan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat  mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan dunia luar. Misalnya ia mengatakan, bahwa matahari bergerak karena didorong tuhan, dan bintang-bintang, seperti ia sendiri, harus tidur. Ia belum memahami konsep “reservibility”, misalnya bahwa benda yang diubah bentuknya, misalnya yang terbuat dari tanah liat, dapat dikembalikan (di-reverse) kepada bentuk semula. Karena itu dia belum dapat memahami dasar matematika dan fisika yang fundamental. Pada tahap ini untuk menyampaikan konsep-konsep sangat terbatas.
2.      Fase operasi konkrit. Pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized” artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukan dalam pikirannya. Internalisasi ini sangat penting karena dengan itu ia telah memiliki system simbolis yang menggambarkan dunia ini. Namun pada taraf operasi konkrit ia hanya mendapatkan memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata atau konkrit. Ia belum sanggup mengantisipasi hal-hal yang tidak ada. Ia belum sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan alternative  untuk memecahkan suatu masalah. Pada usia antara 10-14 tahun anak itu lambat laun beralih ketahap ke-3 yaitu “formal operations”
3.      Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang langsung dihadapinya atau apa yang telah dialaminya sebelumnya.ia telah dapat menghubungkan variable-variabel yang mungkin atau hubungan-hubungan yang dapat diselidiki kebenarannya melalui eksperimen atau observasi. Pada tahap ini, ia dapat memberikan pernyataan formal tentang ide-ide yang konkrit.

                 V.            Perkembangan Peserta Didik
A.     Periode Sekolah Dasar (SD)
Dalam psikologi perkembangan usia peserta didik Sekolah Dasar (SD) berada dalam periode late childhood (akhir masa kanak-kanak), yakni kira-kira berada dalam rentan usia antara 6-7 tahun samapi tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual sekitar usia 13 tahun. Dalam periode ini terdapat 3 perkembangan yaitu : pertama, perkembangan aspek kognitif, kedua,perkembangan aspek afektif, dan ketiga,perkembangan aspek psikomotor.
Pertama, perkembangan kognitif berkaitan dengan kemampuan berfikir mencakup kemampuan intelektual, mulai dari kemampuan mengingat sempai dengan kemampuan memecahkan masalah. Sifat khas usia SD atau masa akhir anak-anak amat realistic, ingin tahu, dan ingin belajar. Sebagian besar anak pada masa ini belum mampu memahami konsep abstrak.
 Kedua, kemampuan aspek afektif berhubungan dengan perasaan, emosi system nilai dan sikap hati yang menunjukan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Serta biasanya dalam waktu ini anak-anak sering mengalami emosi yang hebat.
 Ketiga, perkembangan Aspek Psikomotor berkaitan dengan ketrampilan motoric yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi antara syaraf otot dan otak. Penting untuk diperhatikan bahwa semua ketrampilan masa kank-kanak mempengaruhi sosialisasi anak secara langsung maupun tidak langsung hal ini sangat membantu anak-anak dalam perkembangannya menuju usia dewasa.

B.     Periode Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Dalam perkembangannya, siswa tahap usia SMP berada pada tahap periode perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan dari 3 aspek, yaitu :
Pertama, perkembangan kognitif dalam tahap ini berkembang 7 kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh gardner (1993), yaitu : kecerdasan linguistic, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan musical, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik-ragawi, kecerdasan intra-pribadi, dan kecerdasan antar pribadi.
 Kedua, perkembangan aspek psikomotor, tahap ini merupakan suatu aspek yang penting . karena perkembangan ini berkaitan dengan tingkah laku dari siswa tersebut.
Ketiga, perkembangan afektif, tahap ini meliputi emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tatanan  afektif yang implikasinya dalam siswa SMP kurang lebih sebagai berikut : (1) sadar akan situasi, denomena, masyarakat, dan objek sekitar; (2) responsive terhadap stimulus-stimulus di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai mengorganisir nilai-nilai dalam suatu system, dan menentukan hubungan antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk system nilai.

C.     Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Aspek perubhan-perubahan bersifat universal pada masa remaja atau saat SMA yaitu : (1) meningginya emosiyang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis; (2) perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dimainkan, menimbulkan masalah baru; (3) dengan berubahnya minat dan pola perilaku, nilai-nilai juga berubah, dan (4) sebagian besar remaja bersikap mendua terhadap setiap perubahan. Semua ini akhirnya berdampak pada 3 aspek yaitu :

Pertama, perkembangan aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan mengingat dan menyelesaikan masalah. Pada usia remaja ini mendekati efisiensi intelektual yang maksimal, akan tetapi karena kekurangannya pengalaman sehingga membatasi pengetahuan dan kecakapannya untuk memanfaatkan apa yang diketahui. Mereka mungkin sedikit kesulitan memahami konsep abstrak, dan mungkin mereka tidak bisa memahami konsep abstrak tersebut sepenuhnya.
 Kedua, perkembangan aspek afektif tahap ini bersangkutan dengan perkembangan dengan perasaan, emosi, dan sikap hati yang menunjukan penerimaan atau penolakan. Perkembangan nilai, moral peserta didik pada usia remaja memiliki warna atau ciri yang khas sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Sejumlah penelitian menunjukkan hasil bahwa perkembangan internalisasi nilai-nilai, moral dan sikap banyak terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model atau tokoh yang dia sukai.
 Ketiga, perkembangan aspek psikomotorik yang dilalui peserta didik pada usia SMA memiliki kekhususan yang antara lain ditandai oleh perubahan-perubahan ukuran tubuh, ciri kelamin primer, dan ciri kelamin sekunder. Perkembangan psikomotorik yang dialami peserta didik usia SMA mempengaruhi perkembangan tingkah laku, yang ditampakkan pada perilaku yang canggung dalam proses penyesuaian diri mereka, isolasi diri dari pergaulan, perilaku emosional, dan lain-lain.
D.     Mengembangkan Profil Siswa
Masing-masing pelajar sama uniknya dengan sidik jari. Lahir dengan kecenderungan dan kemampuan-kemampuan fisik bawaan, masing-masing anak memiliki pengalaman yang membentuk otak menjadi suatu mesin pembelajaran, dengan kemampuan istimewanya sendiri untuk menerjemahkan dan memproses dunia. Ditambah dengan kemampuan-kemampuan kognitif, kita juga masing-masing juga mengembangkan apa yang dinamakan sebagai emotional threshold (emosi ambang pintu). Berdasarkan  pada kepribadian kita, sensitivitas kita, dan factor-faktor stress dalam kehidupan kita, kita mengembangkan suatu batasan seberapa besar tekanan, kekacauan, dan kerancuan  yang bisa kita tangani tanpa masuk kedalam tanggapan yang refleksif.
Misalkan dalam ruang kelas seorang guru atau pendidik memandang tajam dan bersuara keras untuk memerintahkan seorang murid (membentaknya). Maka seorang murid mungkin hatinya akan kacau dan mungkin akan bercerita pada kepada orang tuanya. Misalkan apabila memberi perintah dengan membuat senyum atau tertawa maka itu akan berbeda dan sama sekali tidak akan mengacaukan suasana hati dari peserta didik.
Kita harus mengetahui ambang atau batasan emosi dari peserta didik kita. Pendidik akan merasa lebih memahami mereka, dan dapat secara efektif mengembangkan mereka. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan cara mencatat profil atau sifat yang dominan dari siswa dalam 1 pekan.

              VI.            Manfaat Mempelajari Perkembangan Peserta Didik
Dalam setiap perkembangan manusia mempunyai karakteristik yang khas dan tugas-tugas perkembangan yang bermanfaat sebagai petunjuk arah perkembangan yang normal. Tugas-tugas perkembangan tersebut juga sangan berhubungan dengan pendidikan yang diterima oleh individu. Pendidikan menentukan tugas apakah yang dapat dilaksanakan seseorang pada masa-masa tertentu.
Bagi para pendidik dengan berbagai macam peran yang sudah ada, harapannya adalah dapat mengetahui dan memahami perkembangan dan karakteristik peserta didik. Hal ini sangatlah penting karena “transfer of learning” dalam proses belajar mengajar dapat tersampaikan dan dapat diterima oleh peserta didik dengan baik. Dengan memahami perkembangan peserta didik tersebut, para pendidik dapat menggunakan teknik-teknik yang tepat untuk mempelajari kemampuan, minat, dan tingkat persiapan belajar peserta didik. Selain itu juga mampu mempertimbangkan bermacam-macam prosedur mengajar, serta mampu menganalisi dan meneliti cara belajar, kekuatan dan kelemahan belajar dari para peserta didiknya,





Secara umum, manfaat mempelajari perkembangan peserta didik dapat dirasakan oleh pendidik dan perserta didik :

A.     Bagi Pendidik
                                                                           i.      Memberikan gambaran tentang perkembangan Manusia sepanjang rentang kehidupan beserta faktor-faktor  yang mempengaruhinya, yang meliputi aspek fisik, intelektual, emosi, sosial, dan moral.
                                                                         ii.      Memberikan gambaran tentang bagaimana proses pembelajaran yang tepat sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik.

B.     Bagi Peserta Didik
                                                                           i.      Memiliki pengetahuan konsep-konsep perkembangan peserta didik sebagai individu maupun mahluk sosial dalam menjalani tahapan perkembangan dari pranata hingga lanjut usia.
                                                                         ii.      Mampu menerapkan pengetahuan yang dimilki dalam proses pembelajaran sesuai dengan tahapan perkembangannya.












BAB III
Kesimpulan
Pada dasarnya dan tidak bisa dipungkiri bahwa Perkembangan dari Peserta didik merupakan hal yang krusial. Perkembangan peserta didik pada tahap usia SD, SMP, dan SMA berbeda beda, jadi pendidik harus tahu dan menegerti metode apa yang harus dia pakai untuk menyampaikan suatu konsep.
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Mempelajari Peserta Didik dan juga memahaminya mempunyai menfaat bagi guru sebagai pendidik dan Siswa sebagai Peserta didik. Perkembangan peserta didik bisa dilihat dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotori.
Pertumbuhan dan perkembangan peserta didik itu berbeda, dimana pertumbuhan peserta didik itu hanya lebih fokus pada pertumbuhan fisik dari peserta didik, tetapi apabula perkembangan peserta didik itu dilihat dari perubahan daya pikir, emosi, dan kecerdasannya.












Daftar Pustaka
Dwi Siswoyo,dkk. 2011. ILMU PENDIDIKAN. Yogyakarta: UNY Press
Rita Eka Izzaty, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNYpress
Nazarudin. 2007. Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Teras
Nasution, S. 2011. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Kaufeldt, Martha. 2008. Wahai Guru Ubahlah Cara Mengajarmu (terj. Hendarto Raharjo). Jakarta: Indeks

Sunday 19 May 2013

implementasi pancasila dari waktu ke waktu


Tugas Pendidikan Pancasila
“Implementasi Pancasila Dari Waktu Ke Waktu”





PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN & HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum.wr.wb.
            Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas izinNya lah kami bisa menyelasaikan tugas makalah dengan mudah tanpa ada suatu halangan apapun.Makalah ini membahas tentang mata kuliah Pendidikan Pancasila di Bab Tentang “Implementasi Pancasila pada era orde lama, orde baru dan masa reformasi”, di dalam makalah, kami membahas tentang penerapan pancasila dari waktu ke waktu.
Semoga dengan adanya tugas pembuatan makalah tentang implementasi pancasila inikami bisa menambah khasanah keilmuan mengenai penerapan pancasila dari mulai orde lama sampai era reformasi  yang di pahami dari berbagai sudut pandang. Kami dari segenap penyusun meminta ma’af apabila dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan yang di jumpai. Atas nama penyusun mengucapkan, Terimakasih.

                                                                        Wassalamu’alaikum.wr.wb










BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara tentang pancasila seharusnya kita menundukkan diri sebagai sesama warga bangsa, sesama saudara, putra-puti ibu pertiwi kita Indonesia.Kita mempunyai kesatuan sumber kehidupan yaitu tanah kelahiran nenek moyang kita bersama.Oleh karena itu dalam pemikiran kita harus selaras dengan jalan yang sudah di tata rapi sejak belum adanya kemerdekaan yang kita raih seperti sekarang ini.Pancasila adalah ideologi bangsa yang sudah di kenal sejak kemerdekaan di dapatkan oleh Negara Indonesia. Tetapi dalam implementasinya mengalami perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok pada 3 periode, periode tersebut yaitu “orde lama”, “orde baru”, dan “era reformasi”.
Implementasi pancasila dari waktu ke waktu berubah-ubah, hal ini tidak lain juga dipengaruhi oleh rezim yang sedang berkuasa. Dalam pembicaraan kita mengenai pancasila dasar filsafat Negara kita sampailah pada saat kita memperhatikan tentang implementasi dari pada pancasila apakah cukup kita berhenti sampai mengetahui isi pancasila itu saja ? . tentu saja tidak. Tetapi kita juga harus mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Artinya adalah pancasila selain sebagai suatu ideology namun juga harus di terapkan dalam kehidupan kita sebagai warga Negera Indonesia asli.Perlu dipahamkan bahwa sila-sila dalam pancasila sebagai asas kehidupan adalah cita-cita hidup yang seharusnya diamalkan.Sudah mulai kita amalkan dan perlu terus kita amalkan, makin baik, makin sempurna. Jadi, hendaknya sungguh dipahami bahwa pancasila merupakan suatu kesatuan, apabila terpisah maka nilai dari suatu ideologi bangsa akan semakin luntur.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsepsi Pertama tentang Pancasila sebagai Cita-cita dan Ideologi Negara

Hal ini dapat kita lihat dalam penjelasan tentang makna Pembukaan UUD 1945:
1.    Alinea pertama mengatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bengsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Alinea ini menunjuukkan bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia.
2.    Alinea kedua mengatakan “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakkyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka,berdaulat, adil, dan makmur.” Alinea ini menunjukkan bahwa adanya masa depan yang harus diraih.
3.    Alinea ketiga berbunyi “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Alinea ini menunjukkan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus mendapatkan ridho Allah Yang Maha Kuasa. Ini merupakan motivasi spiritual yang harus diraih jika negara dan bangsa ini ingin tetap berdiiri dengan kokoh.
4. Alinea keempat mengatakan “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui adah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B.     Implementasi Pancasila dalam Sejarah
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia  memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai tahap repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila Dasar Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama ; (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4) 1959 – 1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 – sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.
1.1945 – 1968 merupakan tahap politis dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norma yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun.Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.

2.1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi.Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan.Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah.keadaan ini semakin memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme, disamping menghadapi tantangan baru yaitu KKN dan kroniisme.
3.1995 – 2020 merupakan repositioning Pancasila. karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya yaitu :
a)      Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”
b)      Idealitasnya bahwa idelisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif menuju hari esok yang lebih baik.
c)      Fleksibilitasnya dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mendeg dalam kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa semangat Bhinneka Tunggal Ika.

C.    Pancasila Pada Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi
Setelah bangsa Indonesia berhasil merebut kedaulatan dan berhasil mendirikan negara merdeka, perjuangan belum selesai. Perjuangan malah bisa dikatakan baru mulai, yaitu upaya menciptakan masyarakat yang sejahtera lahir batin, sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945. Para pendiri Negara (the founding father) telah sepakat bahwa kemerdekaan bangsa akan diisi nilai-nilai yang telah ada dalam budaya bangsa, kemudian disebut nilai-nilai Pancasila.
Pancasila mulai dibicarakan sebagai dasar negara mulai tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPPK oleh Ir. Soekarno dan pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila resmi dan sah menurut hukum menjadi dasar negara Republik Indonesia. Kemudian mulai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 berhubungan dengan Ketetapan No. I/MPR/1988 No. I/MPR/1993, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah Negara Indonesia hingga sekarang.
Akibat hukum dari disahkannya Pancasila sebagai dasar negara, maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat haruslah didasari oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini haruslah berpedoman kepada Pancasila. Bagaimana sebetulnya implementasi Pancasila dalam sejarah Indonesia selama ini dan pentingnya upaya untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yang setelah reformasi mulai ditinggalkan demi tegaknya persatuan dan kesatuan NKRI.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara dapat dikatakan mulai pada masa orde lama, tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Indonesia baru memproklamirkan diri kemerdekaannya. Apalagi Soekarno akhirnya menjadi presiden yang pertama Republik Indonesia.
Walaupun baru ditetapkan pada tahun 1945, sesungguhnya nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila disarikan dan digali dari nilai-nilai budaya yang telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pencetus dan penggali Pancasila yang pertama adalah Soekarno sendiri. Sebagai tokoh nasional yang paling berpengaruh pada saat itu, memilih sila-sila yang berjumlah 5 (lima) yang kemudian dinamakan Pancasila dengan pertimbangan utama demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi negara dan bangsa wajib diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Dalam mewujudkan Pancasila melalui kebijakan ternyata tidaklah mulus, karena sangat dipengaruhi oleh pimpinan yang menguasai negara, sehingga pengisian kemerdekaan dengan nilai-nilai Pancasila menampilkan bentuk dan diri tertentu.

1.      Masa Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik  ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.

2.      Masa Orde Baru
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno.
Dilihat dari konteks zaman, upaya Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis diikuti dengan trilogi pembangunan. Perincian pemahaman Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi dan seimbang. Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional, Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.

3.      Era Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit( sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya.), munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah. Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga mengancam akan berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar.
Dalam bahasa intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan ”subversi asing”, yakni kita saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib sehingga nilai-nilai Pancasila pada masyarakat melemah.
1.      Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan
            Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila.Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
2.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang sosial politik
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :
a.       Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan ;
c.       Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan ;
d.      Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab ;
e.       Tidak dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.
3.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang ekonomi
            Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
4.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan
            Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang hankam
            Dengan berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
6.      Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan
            Dengan memasukai kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.Ilmu pengetahuan harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukan adanya suatu academic community yang akan dalam hidup kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
            Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ; yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengemabgnan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya.







BAB III
PENUTUP
            Setelah di atas telah banyak di jelaskan mengenai pengimplementasian Pancasila mulai dari orde lama, orde baru sampai reformasi, telah terlihat jelas mengenai penerapan Pancasila dari waktu ke waktu ini erat kaitannya dengan kesadaran setiap warga negara.Kesadaran untuk melaksanakan pancasila adalah buah dari akal pikiran manusia, apabila akalnya telah tertanam Pancasila maka untuk mengimplementasikannya akan lebih mudah dan terlaksana dengan baik. Dan kesadaran itu akan mencapai tingkat yang sebaiknya, apabila keadaan terdorong dan taat itu selalu ada pada kita, sehingga lambat laun melekat pada diri pribadi kita, menjadi sifat kita, lahir batin, melekat pada akal kita, melekat pada kehendak kita, baik didalam hidup kita pribadi maupun didalam hidup kita bersama dengan sesama warga keluarga, sesama warga masyarakat, sesama warga  negara, sesama manusia. Terdorong dan taat untuk melaksanakan Pancasila itu juga meliputi seluruh lingkungan  hidup kemanusiaan, baik badaniah maupun yang rohaniah, yang sosial-ekonomis, sosial-politik, kebudayaan, mental, kesusilaan, keagamaan, serta kepercayaan.










DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro. 1980. Pancasila secara Ilmiah Populer, Jakarta: C.V. Panjuran Tudjuh.
P.J Suwarno, 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia .Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Pandji Setijo .2005. Pendidikan Pancasila “Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa” .Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
S. Sumarsono, dkk. 2007.  Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://cenya95.wordpress.com/2009/02/18/implementasi-pancasila-dalam-sejarah/