Tugas Pendidikan Pancasila
“Implementasi Pancasila Dari Waktu
Ke Waktu”
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN & HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum.wr.wb.
Puji syukur atas kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, atas izinNya lah kami bisa menyelasaikan tugas makalah dengan
mudah tanpa ada suatu halangan apapun.Makalah ini membahas tentang mata kuliah
Pendidikan Pancasila di Bab Tentang
“Implementasi
Pancasila pada era orde lama, orde baru dan masa reformasi”, di dalam makalah,
kami membahas tentang penerapan pancasila dari waktu ke waktu.
Semoga
dengan adanya tugas pembuatan makalah tentang implementasi pancasila inikami
bisa menambah khasanah keilmuan mengenai penerapan pancasila dari mulai orde
lama sampai era reformasi yang di pahami
dari berbagai sudut pandang. Kami dari segenap penyusun meminta ma’af apabila
dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan yang di jumpai. Atas nama penyusun
mengucapkan, Terimakasih.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara
tentang pancasila seharusnya kita menundukkan diri sebagai sesama warga bangsa,
sesama saudara, putra-puti ibu pertiwi kita Indonesia.Kita mempunyai kesatuan
sumber kehidupan yaitu tanah kelahiran nenek moyang kita bersama.Oleh karena
itu dalam pemikiran kita harus selaras dengan jalan yang sudah di tata rapi
sejak belum adanya kemerdekaan yang kita raih seperti sekarang ini.Pancasila
adalah ideologi bangsa yang sudah di kenal sejak kemerdekaan di dapatkan oleh
Negara Indonesia. Tetapi dalam implementasinya mengalami perbedaan-perbedaan
yang sangat mencolok pada 3 periode, periode tersebut yaitu “orde lama”, “orde
baru”, dan “era reformasi”.
Implementasi
pancasila dari waktu ke waktu berubah-ubah, hal ini tidak lain juga dipengaruhi
oleh rezim yang sedang berkuasa. Dalam pembicaraan kita mengenai pancasila
dasar filsafat Negara kita sampailah pada saat kita memperhatikan tentang
implementasi dari pada pancasila apakah cukup kita berhenti sampai mengetahui
isi pancasila itu saja ? . tentu saja tidak. Tetapi kita juga harus
mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Artinya adalah
pancasila selain sebagai suatu ideology namun juga harus di terapkan dalam
kehidupan kita sebagai warga Negera Indonesia asli.Perlu dipahamkan bahwa
sila-sila dalam pancasila sebagai asas kehidupan adalah cita-cita hidup yang
seharusnya diamalkan.Sudah mulai kita amalkan dan perlu terus kita amalkan,
makin baik, makin sempurna. Jadi, hendaknya sungguh dipahami bahwa pancasila
merupakan suatu kesatuan, apabila terpisah maka nilai dari suatu ideologi
bangsa akan semakin luntur.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsepsi Pertama tentang Pancasila
sebagai Cita-cita dan Ideologi Negara
Hal ini dapat kita lihat dalam
penjelasan tentang makna Pembukaan UUD 1945:
1. Alinea
pertama mengatakan “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bengsa
dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Alinea ini menunjuukkan
bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan penjajahan bertentangan dengan
hak asasi manusia.
2. Alinea
kedua mengatakan “dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan
rakkyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang
merdeka,berdaulat, adil, dan makmur.” Alinea ini menunjukkan bahwa adanya masa
depan yang harus diraih.
3. Alinea
ketiga berbunyi “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong
oleh keinginan yang luhur, supaaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Alinea ini menunjukkan
bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus mendapatkan ridho Allah Yang
Maha Kuasa. Ini merupakan motivasi spiritual yang harus diraih jika negara dan
bangsa ini ingin tetap berdiiri dengan kokoh.
4. Alinea keempat mengatakan
“kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.” Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus dicapai
oleh bangsa Indonesia melalui adah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B.
Implementasi
Pancasila dalam Sejarah
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18
Agustus 1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang
naiknya sejarah bangsa Indonesia
memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam
tiga tahap yaitu : (1) tahap 1945 – 1968 sebagai tahap politis, (2) tahap 1969
– 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi, dan (3) tahap 1995 – 2020 sebagai
tahap repositioning Pancasila. Penahapan ini memang tampak berbeda lazimnya
para pakar hukum ketatanegaraan melakukan penahapan perkembangan Pancasila
Dasar Negara yaitu : (1) 1945 – 1949 masa Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama
; (2) 1949 – 1950 masa konstitusi RIS ; (3) 1950 – 1959 masa UUDS 1950 ; (4)
1959 – 1965 masa orde lama ; (5) 1966 – 1998 masa orde baru dan (6) 1998 –
sekarang masa reformasi. Hal ini patut dipahami, karena adanya perbedaan
pendekatan, yaitu dari segi politik dan dari segi hukum.
1.1945 – 1968 merupakan tahap politis dimana orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building. Hal
ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai
tantangan yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik
sebagai panglima sangat dominan. Disisi lain pada masa ini muncul gerakan
pengkajian ilmiah terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya oleh
Notonagoro dan Driarkara. Kedua ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, dan
ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang manusia
dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan
menjadi suatu imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden
sebagai tali pengikat kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa
Pembukaan UUD 1945 merupakan staatfundamental Norma yang tidak dapat diubah
secara hukum oleh siapapun.Sebagai akibat dari keberhasilan mengatasi berbagai
tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini ditandai oleh
kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.
2.1969 – 1994 sebagai tahap pembangunan ekonomi yaitu
upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung
menjadikan ekonomi sebagai ideologi.Pada tahap ini pembangunan ekonomi
menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu
muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan.Kesenjangan
sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan program penataran P4 yang
selama itu dilaksanakan oleh pemerintah.keadaan ini semakin memprihatinkan
setelah terjadinya gejala KKN dan Kroniisme yang nyata-nyata bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Bersamaan dengan itu perkembangan
perpolitikan dunia, setelah hancurnya negara-negara komunis,
lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang.Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh
supersifnya komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang
aneksasinya kapitalisme, disamping menghadapi tantangan baru yaitu KKN dan
kroniisme.
3.1995 – 2020 merupakan repositioning Pancasila. karena
dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat,
mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh
penjuru dunia, khususnya di adab XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi
yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua
segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa orgensinya untuk menjadi
Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jatidiri bangsa
dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan
nasional yang tidak menentu di era reformasi ini.
Berdasarkan hal
tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai
dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya
dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat
padanya yaitu :
a)
Realitasnya bahwa
nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan sebagai cerminan
kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, suatu rangkaian
nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”
b)
Idealitasnya bahwa
idelisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna,
melainkan diobyektifitasikan sebagai akta kerja untuk membangkitkan gairah dan
optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif
menuju hari esok yang lebih baik.
c)
Fleksibilitasnya dalam
arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mendeg dalam
kebekuan dogmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsi-tafsir baru untuk
memenuhi kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang, dengan demikian tanpa
kehilangan nilai hakikinya Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta
fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara
dengan jiwa semangat Bhinneka Tunggal Ika.
C.
Pancasila
Pada Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi
Setelah bangsa Indonesia berhasil
merebut kedaulatan dan berhasil mendirikan negara merdeka, perjuangan belum
selesai. Perjuangan malah bisa dikatakan baru mulai, yaitu upaya menciptakan
masyarakat yang sejahtera lahir batin, sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan
UUD 1945. Para pendiri Negara (the founding father) telah sepakat bahwa
kemerdekaan bangsa akan diisi nilai-nilai yang telah ada dalam budaya bangsa,
kemudian disebut nilai-nilai Pancasila.
Pancasila mulai dibicarakan sebagai dasar negara mulai
tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPPK oleh Ir. Soekarno dan pada tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila resmi dan sah menurut hukum menjadi dasar negara
Republik Indonesia. Kemudian mulai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 berhubungan dengan Ketetapan No. I/MPR/1988 No. I/MPR/1993,
Pancasila tetap menjadi dasar falsafah Negara Indonesia hingga sekarang.
Akibat hukum dari disahkannya Pancasila
sebagai dasar negara, maka seluruh kehidupan bernegara dan bermasyarakat
haruslah didasari oleh Pancasila. Landasan hukum Pancasila sebagai dasar negara
memberi akibat hukum dan filosofis; yaitu kehidupan negara dari bangsa ini
haruslah berpedoman kepada Pancasila. Bagaimana sebetulnya implementasi
Pancasila dalam sejarah Indonesia selama ini dan pentingnya upaya untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila yang setelah reformasi mulai
ditinggalkan demi tegaknya persatuan dan kesatuan NKRI.
Penetapan Pancasila sebagai dasar
negara dapat dikatakan mulai pada masa orde lama, tanggal 18 Agustus 1945
sehari setelah Indonesia baru memproklamirkan diri kemerdekaannya. Apalagi
Soekarno akhirnya menjadi presiden yang pertama Republik Indonesia.
Walaupun baru ditetapkan pada tahun 1945, sesungguhnya
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila disarikan dan digali dari
nilai-nilai budaya yang telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pencetus dan penggali Pancasila yang pertama adalah Soekarno sendiri. Sebagai
tokoh nasional yang paling berpengaruh pada saat itu, memilih sila-sila yang
berjumlah 5 (lima) yang kemudian dinamakan Pancasila dengan pertimbangan utama
demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Pancasila yang merupakan dasar dan
ideologi negara dan bangsa wajib diimplementasikan dalam seluruh aspek
kehidupan bernegara. Dalam mewujudkan Pancasila melalui kebijakan ternyata
tidaklah mulus, karena sangat dipengaruhi oleh pimpinan yang menguasai negara,
sehingga pengisian kemerdekaan dengan nilai-nilai Pancasila menampilkan bentuk
dan diri tertentu.
1.
Masa Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami
berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh
tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu
kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah
(inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat
3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi
Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya
untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI
melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan
negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih
tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan penjajahannya
di bumi Indonesia. Namun setelah penjajah dapat diusir,
persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang
mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan, sebab demokrasi
yang diterapkan adalah demokrasi parlementer, dimana presiden hanya berfungsi
sebagai kepala negara, sedang kepala pemerintahan dipegang oleh Perdana
Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan.
Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945
yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system presidensiil tak dapat
diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar
negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah
mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang
liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini
persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya
pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu
1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu
tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis
politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit
Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan
kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila
selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang
ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai
periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada
pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi
berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai
penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya Soekarno
menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi,
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi
NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang
tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila,
Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK.
Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang
teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin
dan kepribadian nasional. Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang
memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia
internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapat
ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai
ideology otoriter, konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi
rakyat.
2.
Masa Orde Baru
Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik
terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Situasi internasional
kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik dan keamanan
dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada
pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau
mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti
yang dilakukan oleh Soekarno.
Dilihat dari konteks zaman, upaya
Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma yang esensinya adalah
bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan
ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis
diikuti dengan trilogi pembangunan. Perincian pemahaman Pancasila itu
sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras, serasi dan
seimbang. Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman
Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan
pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan
Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Walaupun terjadi peningkatan
kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional, Tapi kondisi
politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan
sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan
kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya
tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh
aparat pemerintah atau negara. Pancasila seringkali digunakan sebagai
legimitator tindakan yang menyimpang. Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk
stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan
untuk berkreasi. Kesimpulan, Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi
ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada
pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.
3.
Era Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari
koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian,
merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh
Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam
tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan
mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai
lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang
mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan
hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,
dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru
menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama,
antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat
dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang
berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi
adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit( sebuah
pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik
mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di
dalam lingkungan pertamanya.), munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran
menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati
negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem
yang terdiri dari lima sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan
suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian
bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang
bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai
dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan
kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan
adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik
vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik
yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa
dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari
kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki
empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah.
Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila
secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya
sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan
arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi
tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan
pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi
acuan dan landasan seluruh elemen bangsa Indonesia
khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku ekonomi dalam
berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan terpinggirkan.
Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang telah lama
bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan sekejap
pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga mengancam akan berdiri
sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak
segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela
mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar.
Dalam bahasa intelijen kita mengalami
apa yang dikenal dengan ”subversi asing”, yakni kita saling menghancurkan
negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak asing. Di dalam
pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai pelajaran wajib
sehingga nilai-nilai Pancasila pada masyarakat melemah.
1.
Pancasila sebagai paradigma
ketatanegaraan
Pancasila sebagai paradigma
ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir atau pola berpikir
bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan
negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam
Pancasila.Sebagai negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis.Dalam kaitannya dalam pengembangan
hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk
tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak bertentangan dengan
sila-sila Pancasila.
2.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang sosial politik
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa
nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di
implementasikan sbb :
a.
Penerapan dan pelaksanaan keadilan
sosial mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Mementingkan kepentingan rakyat /
demokrasi dalam pemgambilan keputusan ;
c.
Melaksanakan keadilan sosial dan
penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan ;
d.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan
keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab ;
e.
Tidak dapat tidak, nilai-nilai
keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi bersumber pada nilai ke
Tuhanan Yang Maha Esa.
3.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang ekonomi
Pancasila sebagai paradigma nasional
bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana suatu falsafah itu
diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
4.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang kebudayaan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos
budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana pengikat
persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu smeboyan Bhinneka Tunggal
Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa
hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan
sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa
Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan nasional bidang hankam
Dengan berakhirnya peran sosial
politik, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa
TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan
menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem nasional.
6.
Pancasila sebagai paradigma ilmu
pengetahuan
Dengan memasukai kawasan filsafat
ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila
sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada
aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis.Ontologis, yaitu bahwa hakikat
ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam
upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan.Ilmu pengetahuan harus
dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan
sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukan adanya suatu academic community
yang akan dalam hidup kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus
menerus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses
menggambarkan suatu aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi,
spekulasi, imajinasi, refleksi, observasi, eksperimentasi, komparasi dan
eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Sebagai produk,
adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud karya-karya ilmiah
beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.
Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan metode berpikir, dalam
arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu pengetahuan ; yang
parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya adalah
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa
dengan menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek
pengemabgnan ilmu pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan
Pancasila dan secara positif mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal
Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan Pancasila sebagai paradigma,
merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara benar, karena pada
gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi
pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya.
BAB III
PENUTUP
Setelah di atas telah banyak di
jelaskan mengenai pengimplementasian Pancasila mulai dari orde lama, orde baru
sampai reformasi, telah terlihat jelas mengenai penerapan Pancasila dari waktu
ke waktu ini erat kaitannya dengan kesadaran setiap warga negara.Kesadaran
untuk melaksanakan pancasila adalah buah dari akal pikiran manusia, apabila
akalnya telah tertanam Pancasila maka untuk mengimplementasikannya akan lebih
mudah dan terlaksana dengan baik. Dan kesadaran itu akan mencapai tingkat yang
sebaiknya, apabila keadaan terdorong dan taat itu selalu ada pada kita,
sehingga lambat laun melekat pada diri pribadi kita, menjadi sifat kita, lahir
batin, melekat pada akal kita, melekat pada kehendak kita, baik didalam hidup
kita pribadi maupun didalam hidup kita bersama dengan sesama warga keluarga,
sesama warga masyarakat, sesama warga negara,
sesama manusia. Terdorong dan taat untuk melaksanakan Pancasila itu juga
meliputi seluruh lingkungan hidup
kemanusiaan, baik badaniah maupun yang rohaniah, yang sosial-ekonomis,
sosial-politik, kebudayaan, mental, kesusilaan, keagamaan, serta kepercayaan.
DAFTAR PUSTAKA
Notonagoro. 1980. Pancasila secara
Ilmiah Populer, Jakarta: C.V. Panjuran Tudjuh.
P.J Suwarno, 1993. Pancasila Budaya
Bangsa Indonesia .Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Pandji
Setijo .2005. Pendidikan Pancasila “Perspektif
Sejarah Perjuangan Bangsa” .Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
S.
Sumarsono, dkk. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://cenya95.wordpress.com/2009/02/18/implementasi-pancasila-dalam-sejarah/