Monday 17 March 2014

Jangan Salahkan Kaum GOLPUT

Sebentar lagi negara kita tercinta akan mengadakan pemilihan presiden untuk yang kesekian kalinya. Akan tetapi dalam sejarah pemilihan umum presiden di indonesia sering kali menemui masalah, entah itu mengenai peralatannya, mengenai sistem dan tata caranya, dan mengenai rakyat indonesia yang tidak memberikan suaranya atau yang sering kita kenal dengan Golongan Putih (GOLPUT).
Setiap orang secara bebas untuk memberikan atau menggunakan suaranya pada saat Pemilihan Umum nanti. Memilih calon pemimpin yang sesuai dengan kehendak hati, dan yang disukainya. Akan tetapi yang sering kita dengar beberapa belakangan ini adalah tentang meningkatnya jumlah Golongan Putih (GOLPUT) dari masa ke masa.
“Pada saat pemilu pertama yaitu pada tahun 1955 partisipasi pemilih mencapai 91,41% dimana pada saat tersebut para partai masih mempunyai ideologi yang kuat dan bahkan menjadi ciri khasnya masing-masing. Pemilu pada tahun 1971 partisipasi pemilih mencapai 96,62%. Pada pemilu tahun 1977 tingkat partisipasi pemilih turun akan tetapi tidak terlalu drastis yaitu menjadi 96,52%. Pada pemilu 1982 tingkat partisipasi meunurun menjadi 96,47%. Pada Pemilu 1987 tingkat partisipasi mencapai 96,43%. Lalu pada tahun 1992 partisipasi pemilih 95,06%. Dan pada tahun 1997 partisipasi pemilih mencapai 93,55%. Pada pemilu 1999 tingkat partisipasi mencapai 92,74%. Dan setelah itu pada tahun 2004 tingkat partisipasi mencapai 84,07%. Pada pemilu 2009 lalu, tingkat partisipasi Pemilih hanya 70,99%”. Data partisipasi diatas saya kutip dari. http://politik.kompasiana.com/2012/12/17/golput-menang-lagi-511740.html .
Jadi bisa disimpulkan, bahwa pemilu dari masa ke masa jumlah Golongan Putih (GOLPUT) selalu bertambah. Entah apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi, mungkin jika ditelisik lebih dalam banyak penyebabnya.
Kita semua bebas untuk menggunakan hak suara kita pada saat pemilu nanti, itu adalah hak setiap warga negara. Lalu, bukankah untuk warga negara yang tidak menggunakan suaranya pada saat pemilu, itu juga merupakan haknya ?, dan GOLPUT bukan berarti tidak bermoral. Disini, penulis bukan berarti menghimbau pada para pembaca kompasiana sekalian untuk GOLPUT. Bukan itu maksud dari penulisan Opini ini, dan juga disini penulis tidak Pro pada GOLPUT atau Kontra pada kaum GOLPUT.
Akan tetapi disini penulis hanya sekedar mengeluarkan opini yang ada dalam pikiran sendiri. Pertama, jangan berpandangan negatif terlebih dahulu terhadap para kaum GOLPUT. Saya yakin, mereka GOLPUT pasti memiliki alasan. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan orang-orang yang GOLPUT. Disini jujur, kepercayaan saya kepada para CALEG juga lumayan cukup berkurang, hal itu dikarnakan karna banyaknya para Wakil Rakyat yang terkena kasus korupsi. Selain itu juga, tidak semua Wakil Rakyat itu mewakili suara rakyat akan tetapi para Wakil Rakyat bisanya lebih mendahulukan kepentingan partainya. Mungkin karena hilangnya kepercayaan pada para CALEG atau Wakil Rakyat itu menjadi penyebab warga negara tidak menggunakan suaranya.
Kedua, ubah perspektif buruk jika melakukan GOLPUT. Mungkin menurut beberapa orang-orang yang GOLPUT, tidak menggunakan suaranya merupakan jalan terakhir ketika pada saat pemilu tidak ada CALEG atau Wakil Rakyat yang mumpuni atau yang memang memiliki integritas tinggi dan mementingkan aspirasi rakyat.
Seharusnya jumlah GOLPUT yang semakin meningkat menjadikan setiap partai yang ikut pemilu menginstropeksi diri, dan mencoba menjadi lebih baik. Jika memakai logika, akankah kita memilih partai yang memakan uang rakyat sendiri ?.
Ketika pemilu, terdapat CALEG atau Wakil Rakyat yang sekiranya bisa dilihat track record nya atau rekam jejaknya berstatus baik dan atau memiliki integritas tinggi terhadap rakyat maka GOLPUT itu bukan menjadi hal yang baik. Akan tetapi apabila pada pemilu nanti tidak ada CALEG atau Wakil Rakyat yang seperti diharapkan rakyat, maka warga negara bebas untuk menentukan sikapnya sendiri. Apakah tetap menggunakan suara untuk memilih CALEG atau Wakil Rakyat yang tidak berkompeten. Atau tidak menggunakan hak suaranya.

oleh : www.kompasiana.com/edyPKnH (edy darmawan)

No comments:

Post a Comment